by Syaeful Bahri | Jan 18, 2023 | Event, Marketing, Press Release
Dua tahun sudah Indonesia serta dunia dihantui oleh pandemi Covid-19 yang banyak mengubah berbagai hal. Keluar dari jeratan Covid-19, sejak tahun 2022 kuartal empat, Indonesia kembali diisukan akan mengalami masa sulit pada tahun 2023. Kondisi ekonomi yang masih dalam proses pembangunan ditambahkan kondisi peperangan di beberapa negara menjadi beberapa faktor yang dapat menyebabkan Indonesia akan mengalami resesi pada tahun 2023 bahkan diprediksi akan gelap.
Namun, menanggapi isu tersebut Pengusaha dan Praktisi Digital Marketing tetap optimis bahwa tahun 2023 akan tetap baik dan memiliki banyak peluang. Direktur Candramwa Digital Syaeful Bahri menyampaikan bahwa pada tahun 2023 Indonesia tetap harus optimis bisa lebih baik secara ekonomi, pembangunan dan bisnis.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Marketing Digital yang diselenggarakan BeliveInc. Direktur Syaeful menyampaikan, bahwa pernyataan tersebut bukan tanpa sebab, sudah banyak hasil riset dari berbagai lembaga yang menyatakan ekonomi Indonesia akan tetap tangguh pada tahun 2023.
“Kenapa? Karena kita sudah diuji saat Covid, ga tanggung-tanggung, selama tiga tahun. Dan 2023 ini ujian lagi. Memang, secara isu menyebabkan orang banyak saving money, tapi justru seharusnya kita tetap spending agar perputaran uang tetap stabil,” kata Direktur Syaeful dalam Webinar Marketing BeliveInc, Minggu (15/1/2023).
Syaeful juga menambahkan bahwa peluang bisnis juga masih akan tetap bagus, karena kebutuhan manusia harus tetap terpenuhi. Namun, dirinya juga menyampaikan bahwa ada beberapa subsektor yang diprediksi akan lesu seperti ekspor furniture, alas kaki dan beberapa produk ekspor lainnya yang pasarnya ke Amerika Serikat dan Amerika Latin.
“Untuk itu, bila Anda mau membangun bisnis, utamakan sudah menentukan pasar yang jelas, memenuhi keinginan dan kebutuhan. Jangan sebut pasar Anda adalah semua orang, itu bahaya. Dan yang paling penting, membangun bisnis harus Tanggung Jawab, Inisiatif dan Antisipatif,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, praktisi digital marketing yang sudah bergelut selama 13 tahun dan dipercaya oleh perusahaan-perusahaan besar Lingga Wastu menjelaskan bahwa Tren Digital pada tahun 2023 ini akan terus ada seperti tren-tren sebelumnya. Menariknya, belajar dari tren-tren sebelumnya, respon masyarakat bisa jadi positif atau negatif, namun hanya Brand yang responsif dapat memanfaatkan peluang tersebut.
“Setiap tren bisa berdampak kepada brand, hanya bagaimana kita berperan dan meresponnya saja. Tren dalgona misalnya, itu bisa dimanfaatkan oleh Nescafe yang menjadi bahan Kopi Dalgona yang sempat viral dan kini sudah ada di berbagai coffee shop,” kata Lingga Wastu.
Meskipun demikian, Praktisi Digital Marketing yang juga Managing Director BeliveInc ini mengingatkan bahwa setiap pasar ada kanalnya. Beberapa tahun terakhir ini berbeda dengan 10 tahun terakhir yang mana pilihan media sosialnya cukup terbatas, namun saat ini kita disajikan pilihan media sosial yang beragam dengan pasar yang berbeda-beda juga.
“Saya sepakat dengan Syaeful Bahri bahwa semua brand harus mengetahui pasarnya, dan di dalam dunia digital marketing penentuan pasar berpengaruh dalam memilih media dan cara berkomunikasi. Saat ini ada banyak pilihan, saran saya, instagram tetap digunakan sebagai visual branding atau katalog, facebook untuk membangun komunitas, twitter untuk membangun story melalui thread dan tik-tok atau e-commerce lainnya dapat digunakan untuk berjualan. Saat ini digital marketing tidak hanya berkutat di awareness namun juga bisa sampai transaksi,” jelas Lingga.
Dalam menjalankan usaha menggunakan Digital Marketing, Lingga juga mengingatkan seluruh peserta webinar untuk tepat dalam memilih key opinion leader atau influencer.
“Kita perlu treking dulu mereka itu siapa? Ada kerja sama apa dengan brand selama beberapa bulan terakhir. Siapa pasarnya dan bagaimana cara mereka berkomunikasi. Jangan salah dan dibutakan oleh angka follower,” jelasnya.
Terakhir, Lingga menjelaskan bahwa BeliveInc merupakan Traning Center Digital Marketing dan Business yang siap berkolaborasi bersama instansi, pemerintah, BUMN hingga startup untuk tumbuh dan berkembang bersama.
by Syaeful Bahri | Nov 4, 2022 | Career & Self Growth
Salah satu hal umum yang sering kita temukan saat membaca syarat dari sebuah pekerjaan adalah, “mampu bekerja di bawah tekanan” atau “mampu bekerja sebagai tim atau individu.” Syarat pertama tersebut sering kali menjadi momok bagi sebagian pelamar kerja karena mereka tidak tahu tekanan seperti apa yang akan dihadapi. Padahal, syarat itu sebenarnya untuk menilai kualitas individu pelamar apakah memiliki mental yang kuat dan mampu fokus dalam proses bekerja saat menghadapi halangan atau tantangan.
Menurut Tim Beliveinc, bekerja di bawah tekanan merupakan sebuah tantangan, bukan ancaman dalam bekerja. Karena kemampuan kita menghadapi atasan, rekan kerja, dan kondisi lapangan akan membantu mendewasakan pola pikir kita dan mengadaptasi cara kerja yang lebih efektif dan efisien.
Belakangan ini ada istilah baru yang sedang ramai diperbincangkan, yaitu Quiet Quitting. Fenomena ini terbilang menghebohkan karena banyak para pakar dan profesional yang berpendapat pro-kontra. Padahal sebenarnya Quiet Quitting sudah ada sejak lama, tapi baru sekarang menjadi perbincangan umum.
TOPIC:
- Apa Itu Quiet Quitting?
- Tanda-Tanda Quiet Quitting
- Cara Menghadapi Quiet Quitting
Apa Itu Quiet Quitting?
Jika dibaca sekilas banyak orang salah mendefinisikan Quiet Quitting sebagai keluar kantor atau resign secara sembunyi-sembunyi. Padahal Quiet Quitting adalah bentuk protes atau penolakan seseorang terhadap budaya kerja perusahaan.
Menurut Los Angeles Times, istilah “Quiet Quitting” pertama kali digunakan oleh Bryan Creely, seorang HRD dan Career Coach yang berbasis di Nashville, dalam video yang diunggah pada 4 Maret 2022 ke akun TikTok dan YouTube.
TechTarget menyebutkan bahwa Quiet Quitting adalah perilaku individu atau karyawan yang membatasi tugas mereka pada tugas-tugas yang tertulis di dalam jobdesc (deskripsi pekerjaan) mereka untuk menghindari jam kerja yang lebih panjang.
Individu ini tetap menyelesaikan pekerjaan, hanya saja melakukannya secara seminimal mungkin untuk mendapatkan work life balance. Sederhananya mereka hanya melakukan tugas yang sesuai jam kerja, ketika mereka pulang, mereka meninggalkan pekerjaannya dan fokus pada aktivitas di luar pekerjaan.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Salah satu penyebabnya adalah kekecewaan terhadap perusahaan yang membuat mereka tidak bahagia saat bekerja. Entah karena gaji yang dianggap tidak sesuai, atasan yang menyebalkan, pekerjaan yang terlalu banyak, atau lingkungan kerja yang kurang mendukung perkembangan diri. Quit Quitting juga bisa menjadi bentuk protes karyawan atas budaya kerja atau stress yang mereka hadapi.
Penting bagi para manajer dan HRD perusahaan untuk mencari solusi dari permasalahan ini supaya karyawan tetap bahagia dan produktif.
Tanda-Tanda Quiet Quitting
Misalkan di perusahaan Anda ada sekelompok karyawan yang terindikasi melakukan Quiet Quitting, jangan langsung menyalahkan mereka dari satu pihak. Tapi coba pelajari lebih dulu apa penyebabnya, tanyakan kepada diri Anda, “Apakah hal ini terjadi karena banyaknya pekerjaan, stress kerja atau karena gaya dan kemampuan seorang manager dalam memimpin tim?”
Tanda-tanda Quiet Quitting dapat muncul dalam berbagai bentuk, tergantung pada alasan karyawan melakukannya. Jika seorang karyawan melakukan Quiet Quitting karena merasa tidak bahagia dengan pekerjaannya, tanda-tandanya cenderung lebih mudah dilihat. Contoh: mereka menghabiskan lebih banyak waktu membahas hal diluar pekerjaan atau menjelekkan rekan kerja, manager dan perusahaan.
Tapi ada juga orang yang melakukan Quiet Quitting karena ingin menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadinya, mereka akan lebih mendahulukan kepentingan diri dan keluarganya daripa kantornya. Misal, sering ijin meeting sambil di jalan menjemput anak sekolah di jam kerja.
Berikut ini beberapa tanda Quiet Quitting:
- Tidak menghadiri atau sering terlambat meeting.
- Sering datang terlambat atau ijin WFH pada jadwal mereka WFO.
- Produktivitas kerja menurun.
- Kontribusi dalam sebuah proyek lebih sedikit.
- Tidak berpartisipasi dalam memberikan ide.
- Kurangnya gairah atau antusiasme saat bekerja.
Cara Menghadapi Quiet Quitting
Cara untuk menghadapi Quiet Quitting adalah dengan meningkatkan kepuasan karyawan dan mengetahui alasan mereka sebenarnya.
- Bicaralah secara personal dengan karyawan. Dengarkan semua keluhan mereka dan diskusikan apa hal yang bisa dilakukan untuk membuat mereka merasa dihargai dan lebih bahagia. Berikan motivasi dan lakukan obrolan dari hati ke hati daripada obrolan serius dengan tujuan memberi hukuman.
- Pastikan beban kerja realistis. Beri batasan beban kerja kepada karyawan untuk menjaga keseimbangan kehidupan kerja. Hindari kontak di luar jam kerja kecuali memang benar-benar penting. Pastikan juga karyawan memiliki komitmen dan kesepakatan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu supaya tidak diganggu di luar jam kerja.
- Bantu karyawan mengelola stres. Kesehatan mental haruslah menjadi prioritas utama. Perusahaan melalui manajer harus mampu memahami setiap individu karyawan untuk memastikan kesehatan fisik dan mental mereka terjaga. Ingatkan karyawan untuk mengambil cuti dan jangan mempersulit ketika karyawan ingin mengambil cuti selama hak dan kewajiban terselesaikan.
- Bicarakan tentang rencana karir. Perencanaan karir seringkali tidak menjadi prioritas, hal ini membuat karyawan terkadang sulit untuk mengembangkan karir dan mendapatkan jabatan yang lebih baik. Ketahui aspirasi karyawan dalam karirnya, seperti apa rencana mereka dan temukan cara untuk membantu mereka mencapai tujuan akhir mereka dengan tugas yang jelas dan dapat ditindaklanjuti.
Perlu diingat bahwa Quiet Quitting adalah sebuah respons karyawan akibat terlalu banyak bekerja dan keseimbangan kehidupan kerja yang terabaikan oleh manajer ataupun perusahaan. Dalam kasus lain, mungkin karyawan melakukan Quiet Quitting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan agar bisa memfasilitasi aspirasi mereka untuk mendapatkan kebahagian dan kepuasan kerja.