Dunia (Startup) sedang tidak baik-baik saja! 

Sejak pandemi COVID-19 merebak. Memang nampaknya dunia sedang tidak baik-baik saja! Atau dunia bisnis sedang tidak baik-baik saja. Alih-alih perbaikan ekonomi dan tagline INDONESIA BANGKIT, ada kesenjangan antara revenue dan omzet di berbagai perusahaan. Hal ini tentu menyebabkan diharuskan adanya efisiensi baik itu perusahaan lokal ataupun global.

Mungkin sekarang sudah bukan zamannya lagi menggunakan istilah STARTUP, tapi waktunya untuk menggunakan istilah GROWTH COMPANY. Perusahaan yang biasanya bakar-bakar duit, sekarang harus berjuang bagaimana caranya untuk bisa meraih profit. Kepulan asap-asap awareness, residu user acquisition, dan debu-debu data driven marketing sekarang menjadi karbon dioksida bagi bisnis yang belum siap menghadapi pembatasan emisi profit.

Sebelum pandemi, semua baik-baik saja sampai pada akhirnya pembatasan-pembatasan membuat transaksi semakin sedikit, pengguna semakin irit, dan persaingan semakin rumit. Kita semua belum selesai beradaptasi dengan apa yang dulu digadang-gadang sebagai NEW NORMAL. New normal saat ini bukanlah Work From Home ataupun Hybrid Working, tapi kebiasaan baru itu adalah efisiensi.

Entah berapa ribu orang saat ini kehilangan pekerjaan, jika tidak boleh disebut pengangguran, yang harus melanjutkan hidup di tengah persaingan sumber daya manusia yang ketat dan range gaji yang bersaing. 

Contohnya Zenius yang mungkin kurang Jenius beradaptasi. Ketika pandemi kebutuhan kelas tambahan secara online adalah pilihan. Tapi setelah sekolah melakukan pertemuan tatap muka, rasanya kita kembali kepada kebiasaan lama. Bagi sebagian orang tua yang masih WFH mungkin masih bisa mengantar anaknya ke sekolah, tapi buat yang sudah WFO akan sulit menjalankan ini. Aktivitas anak-anak sekolah sekarang pun sudah seharian di kelas, rasanya sudah tidak ada lagi waktu untuk kelas tambahan. 

Belum lagi saat ini aturan menteri masuk sekolah bukan dilihat dari prestasi, tapi dari jarak rumah ke sekolah. Sudah tidak ada lagi sekolah favorit, sudah tidak kita dengar lagi prestasi anak-anak secara akademik (meskipun banyak juara-juara olimpiade), semua berdasarkan jarak. Setiap kebijakan tentunya diharapkan memang betul-betul bijak, mencari jalan tengah efisiensi dengan pesangon sebagai hadiah dan sisa asuransi sebagai nilai tambah.

Tahu program KAMPUS MERDEKA atau program KARTU PRAKERJA? Semua bertujuan meningkatkan kemampuan untuk berkarir di dunia kerja, sementara ekonomi sedang ambruk dengan gelombang efisiensi yang tak karuan. Harusnya generasi fresh graduate lebih disiapkan untuk menjadi pencipta lapangan pekerjaan, setidaknya bagi dirinya sendiri, karena perusahaan impian mereka saat ini (mungkin) sedang melakukan eksekusi massal atas nama efisiensi. 

Seperti disebutkan oleh KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA, “Kontribusi UMKM tercatat mencapai kisaran 61% terhadap PDB nasional dan menyerap 97% dari total tenaga kerja. Di setiap periode krisis, UMKM bahkan menjadi buffer, bersifat resilien, dan bisa pulih dengan baik.” Masyarakat penggerak UMKM lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan meskipun pendapatan bulanannya tidak sebesar dan seseksi bekerja di startup. 

Justru UMKM lah yang membuat kita merdeka! Lepas dari aturan-aturan perusahaan, omnibus law, dan UU Cipta kerja. Tidak ada solusi dalam artikel ini, karena sayapun korban dari efisiensi. Semoga semua segera baik-baik saja dan kita menemukan ruang tenang untuk berkarya dan mendapatkan penghasilan yang benar-benar merdeka.